A.
Latar
Belakang Masalah
Negara
yang merdeka dan berdaulat dibentuk dengan satu misi yang sama, yaitu membangun
kehidupan bersama yang lebih sejahtera. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
menyebutkan bahwa tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
adalah untuk melindungi warga dan wilayah negara, serta memajukan kesejahteraan
umum.[1]
Yang menjadi permasalahan
pertama mengemuka adalah bagaimana upaya mencapai kesejahteraan bersama
tersebut dapat ditempuh dengan cara yang efisien.
Solusi yang ditawarkan
pada era reformasi dengan ditandai turunnya Presiden Soeharto pada tanggal 21
Mei 1998, adalah untuk melakukan perubahan sakralisasi konstitusi oleh rezim
orde baru dan dapat merialisasikan
tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan konsep pelimpahan wewenang
oleh organisasi pemerintah kepada tingkat bawahnya secara hirarkis.[2]
Demokrasi secara umum memiliki kecenderungan yang sama, yaitu
melibatkan rakyat dalam proses pengambilan keputusan, sebab esensi demokrasi
adalah adanya kebebasan individu
dalam partisipasi serta persamaan induvidu.[3] Dan
implementasi dari perkembangan demokrasi adalah adanya kebutuhan untuk
menghadirkan lembaga-lembaga politik yang menjalankan proses demokrasi itu
sendiri, dalam kaitannya dengan kehidupan berbangsa yang sejahtera lembaga
keterwakilan dapat mewakili keinginan rakyat yang merupakan sebuah syarat dalam
proses perjalanan sistem demokrasi yang berlandaskan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Dalam upaya pembangun,
pemerintahan harus memperkuat konsep kesatuan negara yang berlandasan sistem
pembangian kekuasaan karena mengigat bangsa ini penuh dengan ragam suku dan
budaya. Lebih lanjut kemajemukan ini bukan menjadi sebuah halangan dan
tantangan bagi Indonesia untuk memajukan kehidupan bangsa, justru dengan
pluralisme bangsa akan menjadi kuat dan maju jika pemerintah mampu untuk
memahami konsep pembangian kekuasaan itu (desentralisasi). Desentralisasi
menepatkan rakyat dalam pengambilan keputusan bersama untuk menentukan arah dan
langkah sistem pemerintah dengan solusi pembagian kekuasaan yang ditandai dengan amandemen UUD 1945 selanjutnya melahirkan UU
Otonomi Daerah.
Menurut Joseph Riwu
Kaho, sebagaimana dikutip oleh Bambang Yodoyono, desentralisasi dapat
memberikan kondisi yang ideal untuk penyelenggaraan pemerintah daerah yang
dimaksud sebagai berikut:
1. Dilihat dari
sudut politik sebagai permainan kekuasaan (game teori), desentralisasi
dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekusaan pada satu pihak saja yang pada
akhirnya dapat menimbulkan tirani.
2. Dalam bidang
politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan
pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serat dalam pemerintahan dan melatih
diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.
3. Dari sudut
teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah adalah
semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.
4. Dari sudut kultural,
desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpukkan
kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan
ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.
5. Dari sudut
kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah
daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.[4]
Jadi lembaga perwakilan
rakyat daerah solusi penting dalam negara yang plural agar dapat mengorganisir
aspirasi rakyat untuk kepentingan bersama di tingkat lokal, dan berdasarkan hal
tersebut kehadiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah sebuah kemajuan dalam sistem otonomi
daerah yang berlandaskan kebersamaan dan kemajuan daerah. Dengan hadirnya
lembaga perwakilan dapat membuat efesiensi dari makna keterwakilan itu sendiri
yang pada akhirnya dapat mengimbangi kekuasaan pemerintah yang berkuasa.
Hakikat dari perwakilan adalah mempercayai sepenuhnya pengambilan keputusan
ditingkat perwakilan oleh wakil-wakil yang dipilih oleh masyarakat.
Rakyat adalah fihak
yang mempunyai kepentingan terhadap badan perwakilan itu sendiri,[5] karena
rakyatlah yang menyerahkan kekuasaannya melalui proses politik. UUD 1945 telah
menjaminkan keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai badan perwakilan yang
mewakilan rakyat seluruh Indonesia sebagai lembaga kekuasaan yang memengang
amanah publik, sebagaimana dijelaskannya Dewan Perwakilan Rakyat dipilih
melalui pemilihan umum.[6] Dengan
kata lain Dewan Perwakilan Rakyat adalah penjelmaan seluruh rakyat Indonesia
yang mengawali proses pemerintahan yang demokratis dan berdasarkan kedudukan
dan kekuasaannya badan legislatif dibedakan menjadi empat:
1. Legislatif nominal
adalah hakekat peranannya hanya terbatas pada formalitas saja. Kekuasaan
tertinggi dan mempunyai wewenang untuk membuat undang-undang, tetapi lembaga
legislatif tersebut tunduk (sub ordinasi) kepada lembaga atau badan eksekutif;
2. Legislatif supremasi
adalah berarti yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan supremasi di dalam negara
dan mempunyai peranan yang menentukan. Lembaga legislatif tidak saja menentukan
dalam peraturan perundang-undangan, tetapi juga memilih hak untuk mengawasi
lembaga eksekutif bahkan jika perlu dapat menjatuhkan kabinet;
3. Legislatif perimbangan
adalah dalam sistem kedudukan lembaga legislatif seimbang dan mempunyai peranan
yang sama dengan lembaga eksekutif, demikian juga dengan lembaga yudikatif.
Artinya ketiga-tiganya sejajar;
4. Legislatif
langsung oleh rakyat, disebut “Direct populoar legislatur” adalah
lembaga legislatif yang peranannya dilakukan langsung oleh rakyat melalui hak
inisiatif dan referendum. [7]
Ditambah lagi dengan wewenangnya,
Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan[8]
dan peranan yang diemban oleh Dewan Perwakilan Rakyat ini mempunyai kedudukan
yang cukup besar dalam sistem pemerintahan Indonesia. ditetapkannya UU No. 32
tahun 2004, yang mengharuskan sistem pembagian kekuasaan sebagai prinsip
menghormati kehidupan regional menurut riwayat, adat dan sifat sendiri-sendiri
dalam kadar negara kesatuan.[9]
Hubungan tersebut dapat
mengoptimalkan peran masyarakat dalam menyalurkan aspirasi pada sebuah lembaga perwakilan
dengan konsep otonomi daerah sebagai salah satu pelaksanaan prinsip-prinsip
demokrasi di daerah, sehingga yang berfungsi sebagai badan legeslatif daerah
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan yang berfungsi sebagai badan
eksekutif daerah adalah pemerintah daerah. Dalam sistem otonomi daerah,
legeslatif dibentuk dengan sistem pemerintah daerah yang diberikan tugas dan
wewenang untuk mengawali perjalanan pemerintah di daerah yang dimaksud adalah:
1. Membentuk
Peraturan Daerah (Perda) yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapatkan
persetujuan bersama;
2. Membahas dan
menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah;
3. Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya
serta APBD;[10]
Pada hakekatnya Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah umumnya dipahami sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan
legilsatif, tetapi fungsi legislatif tidak sepenuhnya berada di tangan DPRD
seperti fungsi DPR-RI dalam hubungannya dengan Presiden sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 20 ayat (1) juncto Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 hasil Perubahan
Pertama. Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa DPR memegang kekuasaan
membentuk UU, dan Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa Presiden berhak mengajukan
RUU kepada DPR.[11]
Adapun kewenangan untuk
menetapkan Peraturan Daerah (Perda), baik daerah propinsi maupun kabupaten/kota,
tetap berada ditangan Gubernur dan Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD.[12]
Sehingga dapat dikatakan sesungguhnya DPRD lebih berfungsi sebagai lembaga
pengontrol terhadap kekuasaan pemerintah daerah dari pada sebagai lembaga
legislatif dalam arti yang sebenarnya. Dilihat dari kenyataannya dalam proses pembentukan peraturan daerah,
Pemerintahan Provinsi Jambi telah mengusulkan sebanyak 13 Ranperda pada tahun
2011 dan 16 Perda yang sudah dilegeslasi oleh DPRD bersama Gubernur pada tahun
2010,[13] hal ini memposisikan bahwa peran DPRD hanya sebagai
pengontrol dan pengesahan RAPBD semata.
Kurang optimalnya fungsi inisiatif DPRD Provinsi Jambi
untuk mengusulkan Ranperda yang akhirnya membuat tidak berjalannya teori
keterwakilan, oleh karena itu dapat dipertanyakan sejauh mana peran dan
wewenang DPRD provinsi Jambi dalam menjalankan tugasnya sebagai instansi
aspiratif, apakah hanya sebagai legalitas semata ataukah kurang optimalnya
kemampuan sumber daya manusia para wakil rakyat tersebut. Idealnya eksekutif
hanya sebagai menjalani peraturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh DPRD,
tetapi sebaliknya pemerintah daerah yang lebih banyak mempunyai usulan
inisiatif untuk membentuk peraturan daerah.
Latar belakang di atas
menunjukkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi masih menunggu usulan
inisiatif pemerintah daerah dalam proses pembentukan peraturan daerah, dari itu
penulis tertarik untuk membuat sebuah penelitian ilmiah yang berjudul; “PERAN DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAMBI DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH NO.
4 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN”.
B.
Rumusan
Masalah
Dari paparan latar
belakang di atas, maka penulis dapat mengambil beberapa permasalahan yang
terkait Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi Dalam Pembentukan
Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan sebagai
berikut:
1. Bagaimana
latar belakang pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Jambi No. 4 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan?
2. Bagaimana
pelaksanaan pembentukan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan?
3. Bagaimana
peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi dalam pembentukan Peraturan
Daerah No. 4 Tahun 2011?
4. Bagaimana
hubungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi dengan Pemerintah Daerah
Provinsi Jambi dalam pembentukan Peraturan Daerah (PERDA) No. 4 Tahun 2011
tentang Penyelenggaraan Pendidikan?
C.
Batasan
Masalah
Pembatasan masalah
sangat diperlukan dalam penelitian ini, agar pembahasan tidak terlalu melebar
dan keluar dari jalur judul. Penulis membatasinya pada sebuah peran Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Komisi IV Provinsi Jambi dalam pembentukan Peraturan
Daerah No. 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan.
D.
Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan yang
hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui latar belakang pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Jambi No. 4
Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan.
2. Untuk mengetahui proses dan pelaksanaan
pembentukan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan.
3. Untuk
mengetahui peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi dalam pembentukan
Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2011.
4. Untuk
mengetahui hubungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi dengan
Pemerintah Provinsi Jambi dalam pembentukan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2011
tentang Penyelenggaraan Pendidikan.
Sedangkan kegunaan yang
hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai
syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) Ilmu Pemerintahan Fakultas
Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Sebagai
proses pembelajaran bagi penulis dalam meningkatkan kemampuan dibidang karya
ilmiah.
3. Sebagai
kontribusi pemikiran untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi
dalam peningkatan proses kinerja ligeslasi Peraturan Daerah (PERDA).
E.
Kerangka
Teori
Dalam rangka penyusunan skripsi ini maka penulis menggunakan seperangkat
teori yang merupakan sebuah pijakan bagi penulis dalam penelitian ilmiah agar
dapat mengamati, meneliti dan menelaah gejala serta peristiwa yang akan
diangkat dari lapangan dengan berdasarkan teori-teori yang dapat memudahkan
penulis untuk mengukur ketimpangan yang terjadi dilapangan dari yang seharusnya
dan sebaiknya menurut teori-teori tersebut.
1.
Peran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), peran adalah seperangkat
tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat[14]. Artinya Peran adalah seperangkat tingkah laku
yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai
kedudukannya dalam suatu sistem yang dijalankanya, atau bentuk
dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu.
Menurut
Biddle dan Thomas, peran adalah serangkaian
rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang
diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu[15].
Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam
keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi
penilaian, memberi sangsi dan lain-lain. Sedangkan
menurut Soerjono Soekanto Peran/peranan adalah merupakan aspek dinamisi
kedudukan (status),
apabila seseorang apabila melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai denagn
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan[16].
Jadi, dapat penulis
simpulkan bahwa peran/peranan adalah sebuah rangkaian tindak tanduk seseorang
yang diharapkan sekelompok orang atau masyarakat untuk dapat menjalakan
keinginan atau harapan yang sudah diorganisir.
1.
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Dewan Perwakilan Rakyat
atau sering disebut dengan parlemen, kata parlemen berasal dari kata “parle”
yang berarti bicara[17].
Artinya aspirasi masyarakat yang sudah diakomodir dalam sebuah wacana
kepentingan rakyat, kemudian harus mereka suarakan atau bicarakan dalam siding
parlemen kepada pemerintah yang berkuasa. Ada tiga tugas utama Dewan Perwakilan
Rakyat sebagai pemegang kekuasaan legislatif yang di Indonesia yaitu;
memelihara dan menjaga serta memajukan kepentingan Rakyat, membantu dan
mengawasi Pemerintah agar menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, dan menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tiap tahun.
Yang menjadi sentral
adalah memajukan kepentingan rakyat adalah menjadi sasaran utama dari ketiga
tugas DPR ini dan membantu dan mengawasi pemerintah serta menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara bertujuan untuk mewujudkan kepentingan rakyat. Ada
sejumlah instrumen yang tersedia untuk pelaksanaan tugas DPR yaitu pertama,
kewenangan dalam pembuatan Undang-Undang dan atau Perda untuk DPRD yang
bertujuan untuk mengatur tata cara pelaksanaan tugas eksekutif dalam
menjalankan pemerintahan. Peranan DPR sangat besar dalam pengesahan sebuah RUU
dan atau Ranperda untuk DPRD yang diajukan oleh Pemerintah. Kedua,
adalah mengawasi Pemerintah. Pengawasan tentu bertujuan agar semua aturan yang
ada telah mendapat persetujuan DPR terlaksana sebagaimana mestinya.
Dalam wacana otonomi
daerah, terdapat bebrapa unsur pemerintahan yang menjalankan roda pemerintah di
daerah. Yang berkaitan dengan pengawasan, pengesahan anggaran daerah, dan
legeslasi adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Adapun yang dimaksud
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah[18].
Jadi DPRD bagian dari penyelenggara pemerintahan yang di daerah, baik ditingkat
provinsi maupun kabupaten/kota dan bersama-sama dengan pemerintah daerah
mewarnai sistem otonomi daerah.
Dalam kaitan
perwakilan, DPRD sebagai perwakilan dari masyarakat yang duduk di lembaga
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan mempunyai fungsi merumuskan kemauan
rakyat itu melalui pembuatan perda yang mengikat seluruh rakyat di daerah
tersebut. Sehingga DPRD dapat juga dikatakan sebagai pembuat keputusan yang
menyangkut kepentingan umum.
Berdasarkan ketentuan
Pasal 78 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, ditentukan tentang tugas dan
wewenang dari DPRD Kabupaten/Kota sebagai berikut:
“a)membentuk
Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama; b). membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD
bersama dengan kepala daerah; c). melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya,
peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan
program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah; d). mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala
daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi
DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD
kabupaten/kota; e). memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan
jabatan wakil kepala daerah; f). memberikan pendapat dan pertimbangan kepada
pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g). memberikan
persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional
yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h). meminta laporan
keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah; i). membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah; j). melakukan
pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah; k). memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah”. [19]
Dari pasal diatas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa DPRD mempunyai tugas
dan wewenang yang sangat besar dalam pengawasan, legislasi, dan anggaran
terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah. Akan tetapi ada perbedaan antara
wewenang DPRD pada saat berlakunya UU Otonomi Daerah tahun 1999 dengan UU
Otonomi Daerah 2004, yang mana perbedaan tersebut terletak pada kekuasaan yang
dimilikinya, kekuasaan yang mutlak sebagai lembaga legislasi menjadi lembaga
penyelenggaraan pemerintah daerah.Sedangkan hak DPRD dalam pelaksanaannya
adalah sebagai berikut: (a). hak interpelasi; (b). hak angket; dan (c). hak menyatakan
pendapat.[20] Dan dalam kontek keanggotanya DPRD mempunyai hak sebagai berikut: (a). mengajukan
rancangan Perda; (b).
mengajukan
pertanyaan; (c). menyampaikan
usul dan pendapat; (d).
memilih
dan dipilih; (e).membela
diri; (f). imunitas; (g). protokoler; dan (h). keuangan dan administratif”. [21]
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa DPRD adalah lembaga
legislasi yang berada di daerah yang mempunyai instansi kesekretariat dan unsur
struktur organisasi kepemimipinan yang dapat mengelola administrasi dan
keuangan agar penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat berjalan dengan efektif
dan sinergi. Dan adapun Kewajiban dari anggota DPRD adalah sebagai berikut:
“(a). mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan mentaati segala peraturan
perundang-undangan; (b). melaksanakan
kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan, pemerintahan daerah; (c). mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional
serta keutuhan Negara Kesatuan Repub1ik Indonesia; (d). memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di
daerah; (e). menyerap, menampung, menghimpun,
dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; (f).
mendahulukan
kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; (g). memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan
kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis
terhadap daerah pemilihannya; (h). mentaati
Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpah/janji anggota DPRD; (i). menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan
lembaga yang terkait”. [22]
Jadi dari uraian pasal di atas dapat penulis ambil kesimpulan sebagai
berikut: Dalam konsep tersebut sudah terlihat bahwa tugas, kewajiban, dan hak
dari DPRD adalah membentuk dan membahas Perda sebagai bagian dari
penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam kontek keefisien untuk menuju
kesejahteraan dan kemajuan daerahnya.
2.
Peraturan
Daerah (Perda)
Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan yang dibuat oleh Kepala Daerah
Provinsi maupun Kabupaten/Kota bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dalam ranah pelaksanaan
penyelenggaraan otonomi daerah yang menjadi legalitas perjalanan eksekusi pemerintah
daerah[23].
Perda merupakan wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah yang dimiliki oleh
pemerintah daerah, dan pada dasarnya Perda merupakan penjabaran lebih lanjut
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan melihat ciri khas
dari masing-masing daerah.
Tujuan utama dari
Perda adalah memberdayakan masyarakat dan mewujudkan kemandirian daerah, dan
pembentukan Perda harus didasari oleh asas pembentukan perundang-undangan pada
umumnya antara lain; Memihak kepada kepentingan rakyat, menunjung tinggi hak
asasi manusia, berwawasan lingkungan dan budaya.[24]
Kemudian menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan Kepala Daerah[25].
Jadi peraturan daerah merupakan suatu pemberian kewenangan (atribusian) untuk
mengatur daerahnya dan peraturan daerah juga dapat dibentuk melalui pelimpahan
wewenang (delegasi) dari peraturan
[1] Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie,
S.H, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, cet. Ke-1 (Jakarta: PT. Buana
Ilmu Populer, 1999), hlm. 86
[2] Drs. Bambang Yodoyono, M. Si, Otonomi
Daerah Desentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur PEMDA dan Anggota DPRD,
cet. Ke-2 (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), hlm. 20
[3] Drs. Arbi Sanit, Perwakilan
Politik di Indonesia, cet. ke-1 (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), hlm. 205
[4] Drs. Bambang Yodoyono, M. Si, Otonomi
Daerah Desentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur PEMDA dan Anggota DPRD,
cet. Ke-2 (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), hlm. 21
[5] Ibid, hlm. 42
[6] Pasal 19 ayat (1)
[7]PeranDPRDdalamOtonomiDaerah,“http://www.jambiindependent.co.id/jio/index.phpoption=com_content&view=article&id=11923:jambi5besarperdabermasalah&catid=25:nasional&itemid=29”
, hmt, akses 23 Februari 2011.
[8] UUD 1945, Pasal 20 A ayat (1)
[9] H. Syaruddin dan Werry Warta
Taifur, Laporan Penelitian Peranan DPRD untuk Mencapai Tujuan Desentralisasi
dan Perspektif Daerah tentang Pelaksanaan Desentralisasi. Kerjasama: Iris
Indonesia dengan pusat studi kependudukan Universitas Andalas Padang (2002),
hlm. 24
[10] Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 42 Ayat (1)
[11] Prof.Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H,
Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, cet. Ke-1 (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010), hlm. 241
[12] Ibid, hlm. 241
[13]Tak Sesuai Kepentingan Publik, 2002-2010 94 Perda
Dibatalkan 2010,4PerdaLagiHarusDibatalkan,“http://www.jambiindependent.co.id/jio/index.phpoption=com_content&view=article&id=11923:jambi5besarperdabermasalah&catid=25:nasional&itemid=29” , hmt, akses 23 Februari 2011.
[14] Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 667.
[15] Drs. Arbi Sanit, Perwakilan
Politik di Indonesia, Cet. Ke-1 (Jakarta: Cv. Rajawali, 1985), hlm. 203
[16]Defenisiperananhttp://dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/1049/bab2a.pdfsequence=12
akses 18 Juli 2011
[17] Drs. Inu Kencana Syafiie, M.si
dan Azhari, SSTP., M.Si, Sistem Politik Indonesia, Cet. Ke-4 (Bandung:
PT. Refika Aditama, 2008), hlm.63.
[18] Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pasal
40.
[19] Ibid, Pasal. 42.
[20] Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Otonomi Daerah, Pasal. 43
[21] Ibid, Pasal. 44
[22] Ibid, Pasal. 45
[23] Maria Farida Indrati S. Ilmu
Perundang-undangan, Cet. Ke-7 (Yokyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 202.
[24] Prof. H. Rozali Abdullah, S. H. Pelaksanaan
Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, Cet. Ke-1
(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2005), hlm. 131.
[25] Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal I ayat (7).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar