Jumat, 04 Mei 2012

OBAMA, ISLAM DAN INDONESIA


Sejak dimulainya pertarungan terbuka calon presiden Amerika, nama Obama telah menjadi pusat perhatian dunia dan bahkan Islam dan Indonesia ikut terseret dalam arena pertarungan itu. Media-media Indonesia tidak luput memberikan perhatian luas tentang masa depan Indonesia khususnya dan dunia Islam umumnya jika Obama menjadi presiden kulit hitam pertama Amerika. Namun mungkinkan hubungan Amerika dengan Islam dan Indonesia akan lebih baik?

Pendekatan konstruktivisme dalam hubungan internasional menyebutkan bahwa perilaku negara ditentukan oleh nilai dan norma-norma yang diamalkannya sehingga nilai-nilai dalam bentuk apapun dikonstruksi dan diproduksi oleh negara-negara tersebut.  Oleh karena itu sikap anarki ataupun tidak oleh negara merupakan hasil dari konstruksi negara itu sendiri (Alexander Wendt 1992). 

Oleh itu jika menggunakan pendekatan kosntruktivisme di dalam memahami hubungan Amerika, Islam dan Indonesia jika Obama memenangkan pemilu presiden Amerika tanggal 4 November akan datang, maka tidak ada jaminan bahwa akan terbentuk hubungan yang harmonis antara Amerika, Islam dan Indonesia. Obama dalam kampanye politiknya terlihat bermuka dua, di satu sisi ingin membangun keharmonisan dunia internasional dengan mengkritik kebijakan-kebijakan luar negeri pemerintah Geroge W Bush yang dinilai banyak merugikan kepentingan dunia Internasional.  Namun di sisi lain ketika Obama diserang oleh lawan politiknya dalam keterkaitan dengan Israel dan Islam, maka dengan keras Obama menunjukkan diri bahwa dia (Amerika) adalah benteng pertahanan dari serangan Islam.

Pernyataan-pernyataan Obama dalam kampanye politiknya antara memberikan harapan dan ancaman tidak terlepas dari konstruksi ide anarki dalam diri Amerika itu sendiri yang tetap ingin mendominasi dunia internasional.  Satu faktor utama di samping faktor-faktor lainnya adalah kepentingan Amerika dikonstruksi oleh kepentingan-kepentingan Yahudi sehingga Amerika tetap akan bertindak anarki.  Yahudi memainkan peranan penting di dalam menentukan kebijakan Amerika, termasuklah dalam proses penentuan masa depan pemimpin Amerika. Tanpa lobi Yahudi, maka sulit seorang calon presiden menduduki tahta.  Kalaupun menang, Yahudi tetap akan menggiring ke arah kepentingan Yahudi khususnya. Salah satu fakornya adalah orang-orang Yahudi yang minoritas itu menjadi penyandang dana terbesar bagi para politikus di Amerika yang mayoritas.  Sebagai contoh ketika terjadinya pertentangan antara presiden Bill Clinton dengan kelompok Yahudi di dalam penunjukkan Warren Christopher sebagai menteri luar negeri.  Bill Clinton akhirnya menggunakan senator-senator Yahudi untuk membujuk pemimpin Yahudi agar dapat menerima Christoper.

Jika merujuk Paul Findley (1985) dalam tulisan they dare to speak out dan Mearsheimer & Walt (2006) dalam “the Israel lobby and U.S foreign policy”, maka terbentang jelas bagaimana ketidakmampuan pemerintah Amerika ketika berhadapan dengan kelompok Yahudi sehingga pemerintah Amerika dapat didikte oleh mereka terutama sekali dalam kebijakan luar negeri.  Oleh karena itu jika Obama menjadi presiden, maka kebijakan-kebijakan Amerika di bawah pimpinannya juga tidak terlepas dari tekanan Yahudi yang akhirnya menggiring Amerika ke arah kebijakan yang anarki.  Dengan demikian, apapun hasil pemilihan presiden Amerika, Islam tetap akan di waspadai oleh Amerika termasuklah Obama sekalipun.

Obama dan Indonesia

Nama dan kharismatik Obama begitu popular di Indonesia sehingga tidaklah heran jika masyarakat Indonesia banyak meletakkan harapan dipundaknya bagi mengubah hubungan Amerika dan Indonesia.  Namun jika merujuk kepada pendekatan konstuktivisme, ketika Obama menjadi presiden, maka hubungan Amerika dan Indonesia tidaklah serta merta akan menjadi lebih kuat dan harmonis. 

Ada dua faktor utama yang mempengaruhinya, pertama Indonesia merupakan negara Islam terbesar di dunia.  Tumbuh pesatnya kekuatan Islam di Indonesia pasca reformasi merupakan sebuah ancaman bagi Amerika setelah hancurnya ideologi komunis.  Keadaan ini akan mempengaruhi perilaku Amerika untuk tetap bertindak anarkis, tetapi bukan hanya dalam bentuk fisik tetapi juga dalam perang sosial, politik, ekonomi, budaya dan perang pemikiran dengan Indonesia khususnya dan Islam umumnya.  Kedua, kepentingan Yahudi akan tetap mempengaruhi nilai dan norma-norma negara di dalam mengambil tindakan yang berhubungan dunia Islam dan Indonesia.  Yahudi tidak akan memberikan harapan kemajuan bagi Indonesia jika kekuatan Islam belum lagi dapat dipulul mundur di Indonesia.

Oleh itu, dengan ketidakpastian hubungan internasional antara dunia barat dengan dunia Islam termasuklah Indonesia, maka yang diperlukan oleh Indonesia khususnya dan dunia Islam umumnya adalah mempersiapkan diri dari perang yang dilontarkan oleh dunia barat khususnya Amerika yang terjadi di dalam berbagai bentuk khususnya perang pemikiran dengan cara meracuni pemikiran-pemikiran dengan gaya liberalisme.  Anarki dalam perang pemikiran membuat Islam dan Indonesia akan semakin lemah.

Dengan demikian, pendekatan konstruktivisme dalam hubungan internasional adalah salah satu pendekatan dan peringatan dalam memahami hubungan Amerika dengan Dunia Islam dan Indonesia.  Kemenangan Obama jika itu terjadi bukan satu jaminan akan mempercepat kuatnya hubungan Amerika dengan Islam dan Indonesia, tetapi hanya memperlambat terjadinya konflik antara Amerika, Islam dan Indonesia. Wallahu a’alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar